KOPI DAMPIT TERKENAL SAMPAI EROPA ??
- Kopi Dampit terkenal sampai ke Eropa, sejak masa kolonial Belanda. Sayangnya, petani tak merasakan keuntungan. Harga kopi tetap tak beranjak naik. Terkenal biji kopi Amstirdam akronim dari empat kecamatan terdiri atas Ampelgading, Tirtoyudo, Sumbermaning Wetan dan Dampit. Setelah bergabung dalam Asosiasi Petani Kopi Sridonoretno, petani jadi memiliki pengetahuan mengolah lahan, budidaya kopi, memetik hingga tak memiliki teknologi pasca panen. Sebelumnya, petani memetik kopi asalan, engan pengolahan ala kadar.
- Petani tergabung dalam wadah koperasi. Koperasi berinisiatif membentuk sekolah lapangan budidaya kopi dan pengendalian hama terpadu sejak 2016. Tujuannya, meningkatkan produktivitas karena banyak petani tak mengolah lahan dan merawat kopi secara intensif. Petani belajar teknik peremajaan tanaman kopi dengan sambung samping (side grafting). Dengan begitu bisa menyediakan bibit tanaman berkualitas, tahan hama penyakit dan produksi melimpah.
- Medio 2014, petani didampingi Universitas Brawijaya dan Asosiasi Petani Indonesia, belajar mengolah kopi. Mereka hanya memetik buah kopi dengan memilih yang berwarna merah.
- Petani tengah mengajukan perhutanan sosial seluas 965 hektar di hutan lindung. Lahan diajukan untuk kelola 841 petani. Kebun bakal untuk tanam kopi, cengkih dan pisang. Juga ada tanaman sela berupa durian, manggis, sirsat, petai dan alpukat. Sedangkan lahan dengan kemiringan 45 derajat ditanami kayu dan tanaman buah.
Harum semerbak bunga kopi menguar dari balik kebun kopi di
Desa Srimulyo, Sukodono dan Baturetno, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Aroma harum berasal dari bunga kopi robusta yang bermekaran. Bunga-bunga berwarna putih terhamparan luas di kebun kopi. Ketiga desa menghasilkan kopi merek Sridonoretno. Popularitas Sridonoretno terus melejit, dan terkenal se antero nusantara.
Saya berkunjung ke sana untuk melihat proses pengolahan lahan,
pemetikan sampai siap konsumsi. Lokasi kebun kopi Sridonoretno sejauh 45
kilometer dari Kota Malang. Tanaman kopi mendominasi kebun dan pekarangan
warga. Kebun tampak hijau.
Saat kopi berbunga, hanya mekar selama tiga hari, kemudian layu
dan rontok. Bunga kopi ternyata juga nikmat jadi minuman. Proses petik bunga
kopi harus hati-hati, agar buah kopi tak rusak.
Bunga kopi bisa dikeringkan dan diseduh dengan air panas. Teh
bunga kopi atau coffee
blossom tea nikmat disajikan di pagi hari.
Saban pagi, para petani ke kebun. Mereka memantau pertumbuhan
tanaman, memupuk dan mengendalikan hama dan penyakit.
Perkebunan kopi di Desa Srimulyo, Sukodono dan Baturetno, cukup
luas, hampir setiap rumah memiliki kebun kopi. Kopi bagi warga di sana bagian
dari kisah hidup mereka.
Ada cerita dalam setiap proses mulai pengolahan lahan,
membersihkan rumput, memangkas dahan, memetik coffe cherry atau
buah kopi, menjemur, mengupas kulit, menyangrai, menggiling hingga mengemas
kopi siap saji.
Terkenal sejak masa
Belanda
Kopi Dampit terkenal sampai ke Eropa, sejak masa kolonial Belanda.
Sayangnya, petani tak merasakan keuntungan. Harga kopi tetap tak beranjak naik.
Terkenal biji kopi Amstirdam akronim dari empat kecamatan terdiri atas
Ampelgading, Tirtoyudo, Sumbermaning Wetan dan Dampit.
Selama ini, ketiga desa ini merupakan penopang kopi Dampit. Selama
10 tahun terakhir, harga kopi tak menarik bagi petani dan kualitas terus
menurun.
Setelah bergabung dalam Asosiasi Petani Kopi Sridonoretno, petani
jadi memiliki pengetahuan mengolah lahan, budidaya kopi, memetik hingga tak
memiliki teknologi pasca panen. Sebelumnya, petani memetik kopi asalan, engan
pengolahan ala kadar.
Kopi biasa dijemur di lantai halaman rumah, atau di atas aspal.
Usai dijemur, biji kopi dikupas dari kulit. Hasilnya, biji kopi dijual ke Pasar
Dampit atau dikirim ke tengkulak. Harga biji kopi ditentukan mekanisme pasar,
petani tak memiliki kedaulatan menentukan harga.
Hingga medio 2014, petani didampingi Universitas Brawijaya dan
Asosiasi Petani Indonesia, belajar mengolah kopi. Mereka hanya memetik buah
kopi dengan memilih yang berwarna merah. Petani dari ketiga desa bersepakat
menggunakan nama Sridonoretno (SDR) akronim dari ketiga desa. Awalnya, hasil
buah kopi yang dipetik dipasarkan melalui kerjasama dengan PTPN XII Bangelan, Wonosari,
Kabupaten Malang.
Mereka bergabung untuk memperbaiki mutu. Lantas petani mendapat
pendampingan dan pelatihan. Para petani menyadari jika mulai budidaya, petik
dan pengolahan pasca panen menentukan kualitas biji kopi. Penyimpanan biji kopi
juga penting. Biji kopi hasil olahan petani disimpan di gudang penyimpanan
dengan menjaga suhu dan kelembaban guna menghindari jamur dan suhu dingin.
Sejak empat tahun lalu, petani menentukan harga dengan kesepakatan
bersama pembeli sesuai biaya produksi. Pada 2015, petani Sridonoretno
mengundang para pemilik kedai se-Malang Raya. Mereka berdialog multi pihak
untuk menentukan harga.
Petani menghitung harga sesuai dengan biaya produksi, dan pemilik
kedai juga menghitung harga yang pantas. Respon pasar bagus.
Harga ditentukan sampai ke kedai kopi biji kopi Rp35.000 per
kilogram, kopi asalan di pasaran Rp18.000 per kilogram, kopi hasil petik merah
dari petani Rp22.000. Petani bekerjasama dengan mitra Rembug Pawon untuk
memasarkan kopi di sejumlah kedai di Kota Malang.
Tahun berikutnya, harga biji kopi dari petani Rp35.000, harga dari
mitra ke kedai kopi Rp45.000. Meski di pasaran harga kopi sempat turun, namun
kopi Sridonoretno tetap stabil. Sekarang, harga kopi asalan di Pasar Dampit
Rp20.000. Koperasi petani kopi Sridonoretno sempat kewalahan tak bisa memenuhi
pesanan.
Tahun ini, 13 ton biji kopi robusta terserap pasar dengan seluruh
potensi panen 600 ton. Selebihnya, kopi masih jual asalan ke pasar maupun
tengkulak. Sebagian petani rela menjual murah karena pengolahan pasca panen tak
ribet.
Koperasi juga menjual daring atau dalam jaringan alias online. Penjualan secara
daring tersebar seluruh nusantara, mulai kedai kopi di Jakarta, Medan, Subang
dan Bandung. Total setiap bulan terjual sekitar 500 kilogram.
2 Comments:
bagus gan, mampir ke lapak saya
Superr
Posting Komentar